Saturday, 20 April 2019

biogas

makalah biogas


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Biogas merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian bahan organik (seperti kotoran hewan, kotoran manusia, dan tumbuhan) oleh bakteri metanogen. Untuk menghasilkan biogas, bahan organik yang dibutuhkan ditampung dalam biodigester. Proses penguraian bahan organik terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terbentuk pada hari ke 4-5 sesudah biodigester terisi penuh, dan mencapai puncak pada hari ke 20-25. Biogas yang dihasilkan sebagian besar terdiri dari 50-70% metana (CH4), 30-40% karbondioksida (CO2), dan gas lainnya dalam jumlah kecil.
            Energi merupakan komponen penting untuk menunjang aktivitas dan usaha produktif maupun dalam menghasilkan barang dan jasa. Sumber energi dapat berasal dari energi fosil, energi matahari, air, angin atau energi dari sumber daya hayati (bioenergi). Kelangkaan bahan bakar minyak sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Persediaan minyak bumi di dunia makin lama makin menipis dan harganya makin melonjak. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan sumber energi makin meningkat, terutama dari minyak bumi. Untuk itu, sumber energi selain minyak bumi sangat diperlukan salah satunya adalah bioenergi.
            Salah satu sumber energi terbarukan yang berasal dari sumber daya alam hayati adalah biogas. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi yang relatif kurang oksigen (anaerob). Sumber bahan baku untuk menghasilkan biogas yang utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, babi, kuda dan unggas, dapat juga berasal dari sampah organik. Namun sampai saat ini pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai sumber bahan bakar dalam bentuk biogas ataupun bioarang sangat kurang karena teknologi dan produk tersebut merupakan hal yang baru di masyarakat. Padahal biogas merupakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan, dapat dibakar seperti gas elpiji (LPG) dan dapat dugunakan sebagai sumber energi penggerak generator listrik.
            Prospek pengembangan teknologi biogas ini sangat besar terutama di daerah pedesaan dimana sebagian besarnya masyarakat bekerja dibidang peternakan dan pertanian. Pada umunya masyarakat yang berprofesi sebagai petani mempunyai hewan ternak seperti unggas, kambing, sapi, kerbau, dll. Selama ini limbah kotoran ternak hanya dimanfaatkan sebagai pupuk itupun kurang optimal. Limbah kotoran ternak yang menumpuk menimbulkan efek pencemaran seperti pencemaran terhadap air tanah, pencemaran terhadap udara, dan memicu timbulnya efek rumah kaca. Untuk itu dikembangkan teknologi baru untuk memanfaatkan dan menaikkan nilai keekonomisan dari limbah tersebut salah satunya dengan jalan memanfaatkannya sebagai bahan baku pembuatan biogas.
B.     Tujuan
1.      Untuk menghasilkan sumber energi (bahan bakar) yang terbarukan, murah   dan ramah lingkungan,
2.      Untuk mengurangi pencemaran akibat limbah kotoran ternak
3.      Untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumber energi tak terbarukan seperti minyak bumi.
C.    Manfaat
1.      Dapat mengurangi pengeluaran masyarakat untuk membeli bahan bakar,
2.      Dapat menambah pendapatan masyarakat,
3.      Dapat mengurangi dampak buruk penggunaan bahan bakar minyak bumi terhadap lingkungan,
4.      Dapat meningkatkan kebersihan dan sanitasi lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian biogas
            Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahanbahanorganik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampahbiodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Meski demikian, hanya bahan organik homogen berbentuk padat maupun cair seperti kotoran dan air kencing hewan ternak seperti babi dan sapi yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Di samping itu, di daerah yang banyak terdapat industri pemrosesan makanan seperti tahu, tempe, ikan pindang dan brem, saluran limbahnya bisa disatukan ke dalam sistem biogas sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut di atas berasal dari bahan organik yang homogen. Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas. Biogas menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan
            Biogas terbuat dari bahan-bahan alami, seperti kotoran manusia dan hewan, serta limbah-limbah organik lain. Komponen biogas antara lain sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2 (karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2, H2, & H2S. Sumber energi Biogas yang utama yaitu kotoran ternak Sapi, Kerbau, Babi dan Kuda. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain 1 m3 Biogas setara dengan : Tabel kesetaraan biogas dengan sumber bahan bakar lain Bahan Bakar Jumlah 0,46 kg Elpiji 0,62 liter Minyak tanah 0,52 liter Minyak solar 0,80 liter Bensin 1,50 m3 Gas kota 3,50 kg Kayu bakar Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Biogas juga tidak menghasilkan limbah yang bisa mencemari lingkungan. Gas metana dalam biogas bisa terbakar sempurna. Sebaliknya, gas metana dalam bahan bakar fosil tidak bisa terbakar sempurna dan akan membahayakan lingkungan.
B.     Prinsip dasar biogas
            Prinsip  dasar  teknologi  biogas  adalah  proses  penguraian  bahan-bahan  organik  oleh mikroorganisme  dalam  kondisi  tanpa  udara  (anaerob)  untuk  menghasilkan  campuran  dari beberapa  gas,  di  antaranya  metan  dan  CO2 Biogas  dihasilkan  dengan  bantuan  bakteri metanogen  atau  metanogenik.  Bakteri  ini  secara  alami  terdapat  dalam  limbah  yang mengandung bahan organik, seperti limbah ternak dan sampah organi
            Prinsip utama proses pembentukan biogas adalah pengumpulan kotoran ternak atau kotoran manusia ke dalam tangki plastik/pralon yang kedap udara, yang disebut dengan tanki digester. Di dalamnya kotoran-kotoran tersebut akan dicerna dan difermentasi oleh bakteri-bakteri seperti disebutkan di atas.
Gas yang dihasilkan akan tertampung dalam digester. Terjadinya penumpukan produksi gas akan menimbulkan tekanan sehingga dari tekanan tersebut dapat disalurkan melalui pipa yang dipergunakan untuk keperluan bahan bakar atau pembangkit listrik.
C.    Proses pembentukan biogas
            Ada 3 tahap dalam pembentukan biogas yaitu Pemecahan polimer atau hidrolisis, Pembentukan asam (asidogenesis), Pembentukan metan (metanogenesis).
·         Pemecahan polimer atau hidrolisis.
            Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer (Tarumengkeng dan Purwantara, 2003). Komponen organik sederhana yang larut dalam air (monomer-monomer) digunakan oleh bakteri pembentuk asam. Digesti pada fase ini mengubah protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi gula sederhana, dan lemak menjadi asam lemak rantai panjang. Laju hidrolisis tergantung pada jumlah substrat yang tersedia dan konsentrasi bakteri serta faktor lingkungan seperti suhu dan pH
·         Pembentukan asam (asidogenesis). 
            Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen, dan amonia.
·         Pembentukan metan (metanogenesis).
             Bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam ketiga fase diatas terdiri dari: 1) bakteri pembentuk asam ( acidogenic bacteria) yang merombak senyawa organik menyadi senyawa yang Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik dengan bantuan bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan oksigen disebut anaerobik digestion Gas yang dihasilkan sebagian besar (lebih 50 %) berupa metana. Material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan diuraiakan menjadi dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama material orgranik akan didegradasi menjadi asam asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang sederhana. Sedangkan asifdifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana.

D.    Perkembangan Biogas di Indonesia
            Biogas  mulai  diperkembangkan  di  Indonesia  sekitar  tahun  1970.  Namun,  tingginya  penggunaan bahan bakar minyak tanah dan tersedianya kayu bakar menyebabkan penggunaan biogas menjadi kurang  berkembang.  Teknologi  biogas  mulai  berkembang  kembali  sejak  tahun  2006  ketika kelangkaan energi menjadi topik utama di Indonesia. Awalnya,  biogas  dibangun  dalam  bentuk  denplot  oleh  pemerintah  dengan  reaktor  berbentuk kubah   dari bata/beton (fixed dome) dan bentuk terapung (floating) yang terbuat dari drum yang disambung
            Kini,  bahan  reaktor  yang  digunakan  telah  berkembang,  ada  yang   terbuat  dari beton/bata,  plat  besi,  plastik,  dan  serat  kaca  (fiber  glass),  dengan  masing-masing  kelebihan  dan kekurangan sebagai berikut :

Beton/bata
Fiber glass(swen IT)
Plastik
Pembangunan harus teliti herus butuh waktu lama
Produk pabrik sistem knock down sangat kedap udara waktu pasang singkat
Konstruksi sangat sederhana, waktu pasang singkat
Tidak dapat di pindah
Dapat di pindah, mudah di renofasi
Dapat di pindah, tapi cukup riskan(rusak)
Kalau bocor sudah di deteksi
Kalau bocor sudah di deteksi dan mudah di perbaiki
Kalau bocor susah di perbaiki
Operasional mudah dan kotoran lansung di salurkan ke dalam reaktor
Operasional mudah dan kotoran lansung di salurkan ke dalam reaktor
Operasional agak rumit, koteran di masuki dalam tangan
Biaya konstruksi agak mahal
Biaya konstruksi agak mahal
Biaya konstruksi  murah
Daya tahan tergantung pembuatan
Daya tahan kuat, tahan segala cuaca, tahun 10-15 tahun
Daya tahan sangat kurang dan mudah rusak

E.     Biogas plastik
            Reaktor Biogas Reaktor biogas dari kantung polyethylene ini pada dasarnya tergolong reaktor jenis fixed dome. Reaktor dengan volume slurry 4 m3 akan memerlukan kantung polyethylene berdiameter 80 cm dengan panjang 10 m (80% dari kantung akan berisi slurry) (Rodriguez dkk). Kantung polyethylene diposisikan horizontal (sekitar 90% badan reaktor berada di bawah permukaan tanah).

            Bahan Pembuatan Biogas Sederhana Peralatan yang diperlukan antara lain : Kantung plastik polyethylene dengan lebar 150cm, tebal >0,15 (semakin tebal semakin baik) Paralon dan kelengkapannya (stop kran, T, sockket drat luar dan dalam) Brum(Semen+bata+pasir), Selang 5/8” saluran gas : + 10 m Botol aqua lem PVC Karet ban dalam mobil jerigen bekas oli Kompo Gambar model biogas plastik

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
            Dalam pembuatan makalah biogas ini dapat saya simpulkan bahwa Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahanbahanorganik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampahbiodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Meski demikian, hanya bahan organik homogen berbentuk padat maupun cair seperti kotoran dan air kencing hewan ternak seperti babi dan sapi yang cocok untuk sistem biogas sederhana.
A.    Saran
            Adapun saran dalam pembuatan makalah ini yaitu agar para pembaca dapat mengetahui macam-macam biogas dan  proses pembentukan biogas

DAFTAR PUSTAKA
Harayti, T. Biogas: Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi Alternatif:              Wartazoa vol 16 no 03, 2006.
Wahyuni, S. Biogas, Jakarta: Penebar Swadaya, 2011.
Widodo,  T.K.,  Ahmad  A,  Ana  N.,  dan  Elita  R.  Rekayasa  dan  Pengujian                 Reaktor  Biogas  Skala Kelompok Tani Ternak: Jurnal Enjiniring                Pertanian. Vol. IV, No. 1, 2006.

jenis penyakit pada kambing

makalah penyakit pada kambing


I.  PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
          Kambing dan domba merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara petani- ternak di pedesaan dengan berbagai tujuan, antara lain sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan hidupnya. Populasi ternak kambing di Indonesia pada tahun 2003 sekitar 14 juta ekor yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, terutama di pulau Jawa (sekitar 50% dari total populasi). Ternak ini mempunyai nilai ekonomi bagi peternak karena mudah dipelihara, tidak membutuhkan lahan yang luas, berbagai sumber pakan tersedia di pedesaan, daya reproduksinya cukup tinggi, dan lama pemeliharaan hingga dewasa relatif cepat. Kontribusinya dalam penyediaan daging secara nasional walaupun masih relatif rendah (hanya 5%), tetapi memiliki potensi dimasa mendatang untuk mendukung ketahanan pangan asal ternak. Selain itu permintaan ekspor ke beberapa negara masih belum dapat dipenuhi.
          Berbagai kendala yang dihadapi dalam usahatani-ternak kambing antara lain masalah ketersediaan bibit yang baik sangat sulit diperoleh.Kendala lainnya adalah timbulnya penyakit yang menyerang ternak kambing terutama penyakit-penyakit parasiter yang menghambat pertambahan bobot badan ternak (mengganggu produktivitas), walaupun angka kematiannya relatif rendah. Penyakit infeksius yang disebabkan oleh virus dan  bakteri seringkali menimbulkan kematian yang cukup tinggi.
         
B.     Rumusan Masalah
            Rumusan dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Mengetahui kesehatan dalam pemeliharaan ternak kambing
2.      Mengetahui penyakit-penyakit pada ternak kambing


II.                PEMBAHASAN

A.    Manajemen Kesehatan Dalam Pemeliharaan Ternak Kambing

            Kesehatan ternak menjadi sangat penting karena akan menyebabkan kerugian akibat:
o    gangguan pertumbuhan (pertambahan berat badan harian rendah)
o    dewasa kelamin atau umur beranak pertama terlambat
o    daya reproduksi terganggu,
o    efisiensi pakan rendah, dan
o    kematian ternak.  
            Oleh karena itu, dalam pemeliharaan ternak kambing perlu mengetahui sedini mungkin gejala- gejala atau tanda-tanda penyakit secara umum, antara lain berupa:
o   kurang nafsu makan/tidak mau makan,
o   tidak lincah/lebih banyak diam,
o   lemah/lesu,
o   menyendiri,
o   menggaruk-garuk badan,
o   kotoran tidak normal (warna, bau, konsistensi),
o   dan lain sebagainya.
             Bila dijumpai ternak dengan tanda-tanda seperti demikian, patut dicurigai bahwa ternak tersebut kurang sehat/sakit, oleh karena itu untuk menghindari terjadinya penularan/penyebaran penyakit lebih lanjut, ternak tersebut sebaiknya diisolasi pada tempat/kandang  khusus yang terpisah dari ternak sehat lainnya. Selama isolasi diberi makanan dan minuman yang baik, serta diamati terhadap kemungkinan terserang penyakit menular dengan melakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris secara intensif. Segera ambil tindakan (pengobatan atau pengeluaran/ pemusnahan) apabila telah diperoleh kepastian hasil diagnostik.

B.     Penyakit-Penyakit Penting Pada Kambing

            Berdasarkan penyebabnya, penyakit kambing dapat dikelompokkan menjadi: (1) penyakit- penyakit infeksius, dan (2) penyakit-penyakit non infeksius. Penyakit-penyakit infeksius disebabkan oleh agen penyakit yang berasal dari: bakterial, viral, dan  parasiter, sedangkan yang non infeksius umumnya disebabkan oleh: senyawa toksik/racun,  gangguan metabolisme tubuh,  defisiensi mineral, dan lain-lain.  Makalah ini hanya membahas penyakit-penyakit yang penting (sering terjadi) ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan teknis.

Ø    Penyakit-penyakit infeksius

            Penyakit infeksius utama yang sering menyerang kambing di Indonesia adalah: (1) kelompok penyakit bakterial, yaitu anthrax, pink eye, pneumonia, dan  foot root; (2) kelompok penyakit viral, yaitu orf (contagious ecthyma); (3) kelompok penyakit parasiter, skabies, cacingan (nematodiasis), toksoplasmosis, dan myasis.
·      Penyakit anthrax
            Penyakit anthrax atau radang limpa merupakan penyakit bakterial penting yang menyerang hampir semua hewan termasuk kambing. Penyakit ini bersifat zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Kasus anthrax pertama kali dilaporkan oleh JAVASCHE  COURANT pada tahun 1884 di Teluk Betung. Setahun kemudian, VERSLAG menyebutkan adanya kasus lain di Buleleng (Bali), Rawas (Palembang) dan Lampung. Menurut  HARDJOUTOMO  et al. (1990) bahwa Jakarta, Purwakarta, Bogor, Pariangan, Banten dan Cirebon
merupakan daerah endemik penyakit ini. Adapun Tegal, Pekalongan, Surakarta, Banyumas, Madiun, Bojonegoro dan Semarang dilaporkan sebagai daerah sporadis. Sampai saat ini, sebanyak 11 propinsi di Indonesia dilaporkan sebagai daerah tertular penyakit anthrax (NOOR et al., 2001).
          

·      Pink eye
            Pink eye adalah penyakit mata akut yang menular dan ditandai dengan kemerahan pada selaput mata (konjungtiva) dan kekeruhan pada kornea. Penyakit ini mempunyai sinonim, yaitu infectious keratokonjungtivitis, contagious optalmia,  blight dan radang mata menular. Meskipun  pink eye jarang sekali menimbulkan kematian tetapi dapat mengakibatkan kerugian berupa penurunan bobot badan yang nyata. Hewan muda dilaporkan relatif lebih peka dibandingkan dengan hewan dewasa (DIREKTORAT BINA KESEHATAN HEWAN, 1993). Penyakit ini dapat ditemukan hampir di seluruh dunia.
            Penyebab  pink eye pada kambing dan domba adalah  Rickettsia (Colesiota) conjuctivae, Mycoplasma conjuctivae, Branhamella catarrhalis dan Chlamydia. Rickettsia merupakancmikroorganisme berbentuk pendek, bersifat gram negatif dan hanya tumbuh pada media hidup saja, misalnya telur ayam. SOERIPTO  dan POERWADIKARTA (1990) berhasil mengisolasi bakteri Mycoplasma mycoides subsp  capri dan M. capricolum dari kasus keratokonjungtivitis pada kambing asal Cisarua-Bogor. Disamping itu juga, diperoleh isolat Moraxella ovis dan Staphylococcus aureus dari kasus tersebut walaupun keduanya sangat jarang sebagai agen penyebab pink eye pada kambing.

·      Pneumonia 
            Pneumonia adalah radang parenkhim paru-paruyang biasanya disertai dengan radang bronkeol dan selaput paru-paru. Umumnya penyakit ini menyerang kambing dan domba terjadi pada pergantian musim dari kemarau ke hujan (SOERIPTO et al., 2001). Agen penyebab pnuemonia bermacam-macam seperti bakteri, virus, ricketsia dan juga parasit (cacing paru-paru). SEORIPTO et al. (2001) berhasil mengisolasi bakteri  Mycoplasma sp, Pasteurella sp, P. hemolitica, P. multocida dan beberapa isolat  Corynebacterium sp,  Bacillus sp, Streptococcus sp dan  Staphylococcus epidermis dari sampel parau-paru dirumah potong kambing di RPH Cianjur, Pulo Gadung dan Tanah Abang Jakarta. Infeksi virus  Parainfluenza tipe 3 pada pneumonia kambing dan domba dilaporkan oleh SENDOW  et al. (2002). Biasanya organisme penyebab pneumonia terdapat disekitar lingkungan hidup kambing, yang pada saat ternak stress terutama dengan kondisi kandang yang jelek lembab dan ventilasi kurang baik, maka penyakit akan muncul dan dapat bersifat akut atau kronis.  

·      Penyakit orf (Contagious ecthyma)
            Penyakit orf merupakan penyakit viral utama yang menyerang ternak kambing dan dapat menular ke manusia (bersifat zoonosis). Penyakit ini mempunyai sinonim yaitu, Dakangan (Bali), Muncung (Sumatera Barat) dan Bintumen (Jawa Barat). Kejadian orf pertama kali dilaporkan oleh  Van Der Laan tahun 1914 yang menyerang pada kambing di Medan. ADJID (1987) menjelaskan bahwa penyakit orf telah menyebar ke Jawa, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Bali, dan Papua. Data lain menyebutkan bahwa sebanyak 20 propinsi merupakan daerah tertular sampai tahun 1988 (ADJID, 1992).
            Agen penyebab penyakit orf adalah virus yang termasuk dalam kelompok parapoks dari keluarga virus poks. Virus ini sangat tahan terhadap kondisi lingkungan, di padang penggembalaan dan mampu bertahan hingga tahunan. ADJID (1993) melaporkan bahwa virus penyebab orf tahan terhadap pemanasan 50oC selama 30 menit dan juga tahan terhadap pembekuan dan pencairan tetapi tidak tahan terhadap kloroform. 

·       Kudis menular (skabies)
            Penyakit kudis menular atau skabies adalah penyakit ektoparasit utama yang menyerang bagian kulit ternak ruminansia, terutama kambing dan kelinci bahkan dapat menular ke manusia (zoonosis). Penyakit ini mempunyai sinonim, yaitu budug atau mange. Kejadian kudis pada ternak telah tersebar luas diseluruh Indonesia, terutama pada keadaan kekurangan pakan, dimusim kemarau dan di lingkungan kandang yang kotor. MANURUNG et al. (1986) mengutip data statistik yang menyebutkan bahwa kasus kudis ternak di Indonesia tahun 1983 tercatat 315194 ekor dan yang terbanyak terjadi pada kambing sedangkan SOBARI (1991) melaporkan adanya kematian kambing paket bantuan pemerintah sebanyak 360 ekor dari 396 ekor atau sekitar 91% karena skabies. 
            Penyebab penyakit skabies pada kambing adalah tungau  Sarcoptes scabiei yang hidup di lorong-lorong lapisan tanduk kulit dan  Psoroptes ovis yang hidup di permukaan kulit. MANURUNG et al. (1987) berhasil mengisolasi  S. scabiei dan Chorioptes sp. pada kambing yang menderita kudis secara alami. Meskipun angka pesakitannya relatif rendah, tetapi apabila dalam satu kelompok kambing terdapat seekor yang menderita skabies, maka dalam waktu cepat ternak lainnya akan tertular.  Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang besar karena dapat menyebabkan
kerusakan kulit, kekurusan dan kematian (MANURUNG, 1991). 

·       Nematodiasis (Cacingan)
            Nematodiasis adalah penyakit parasit internal atau penyakit cacingan saluran pencernaan pada kambing dan domba yang  disebabkan oleh cacing gilig. Frekuensi kejadian pada domba/kambing dapat mencapai 80%, terutama pada daerah dengan curah hujan tinggi. Pada musim hujan frekuensi dan intensitas penyakit ini meningkat. Angka prevalensi di daerah Jawa Barat dilaporkan bervariasi, yaitu 87,5-100% (SOEPENO et al., 1993). BERIAJAYA (1986) berhasil mengisolasi bebrapa jenis cacing dari saluran pencernaan domba, yaitu Haemonchus sp, Trichostrongylus sp, Strongyloides, Cooperia, Oesphagostomum, Bunustomum, Trichuris,  Capillaria dan telur Moniezia  meskpiun dalam jumlah yang rendah. Cacing yang sering dan paling banyak ditemukan adalah Haemonchus sp dan Trichostrongylus sp.
           
·      Toksoplasmosis
            Toxoplasma gondii adalah protozoa intraseluler yang bersifat parasit obligat dan menyerang hewan berdarah panas, burung bahkan manusia (zoonosis).Penyakit yang ditimbulkannya disebut toksoplasmosis. Penelitian tentang toksoplasmosis di Indonesia dimulai pada tahun 1972 oleh HARTONO dan berhasil mengisolasi  T. gondii dari kambing dan domba di Rumah Potong Hewan Surabaya dan Malang.
            Dalam siklus hidupnya, parasit ini terdapat di dalam darah (parasitemia) sehingga dapat menyebar ke seluruh organ tubuh (ISKANDAR, 1998).

·      Myasis (Belatungan)
            Myasis atau belatungan adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan tubuh hewan hidup. Penyakit ini dapat menyerang semua hewan termasuk unggas dan manusia. Kasus myasis sering ditemukan pada bagian sekitar mata, mulut, vagina, tanduk yang dipotong, luka kastrasi dan pusar hewan yang baru lahir. WARDHANA et al. (2003) melaporkan bahwa Makasar dan Sumba Timur sebagai daerah endemik penyakit ini. Kejadian myasis juga dilaporkan di Kediri dan Yogyakarta. 

·       Foot Root (Kaki membusuk)
            Penyakit foot root atau kaki membusuk atau borok ceracak tergolong penyakit bakterial dan disebabkan oleh  Bacteroides (Fusobacterium) nodosus. Kondisi kandang yang basah dan kotor juga sering dikaitkan dengan kejadian penyakit ini. Kaki ternak yang luka karena jatuh pada lantai kandang yang licin dan basah menjadi pintu masuk bakteri tersebut. Kaki akan mengalami peradangan dan akhirnya membusuk (TOMASZEWSKA  et al., 1993). 

Ø    Penyakit-Penyakit Non Infeksius
            Penyakit-penyakit non infeksius yang penting terutama fotosensitisasi, perut kembung (bloat atau timpani), keracunan sianida, goiter, diare pada anak kambing, penyakit kekurangan/defisiensi mineral.

·       Fotosensitisasi
            Fotosensitisasi atau eksim kulit adalah penyakit kulit akibat memakan rumput  Brachiara sp. yang ditumbuhi jamur Pithomyces chartarum. Jamur ini dapat tumbuh subur pada rumput  Brachiara sp. Rumput tersebut dilaporkan mempunyai keistimewaan, yaitu mampu tumbuh dengan baik di daerah teduh dan sepanjang aliran sungai sehingga  sering digunakan untuk persediaan pakan ternak dan pencegah erosi. Kasus fotosensitisasi pada ternak setelah makan  Lantana sp. atau  Brachiara sp. telah dilaporkan dibeberapa tempat di Indonesia (RONOHARDJO, 1981). Fotosensitisasi sering juga dikaitkan dengan adanya kerusakan hati dan terdapatnya spora yang serupa dengan Pithomyces chartarum pada  Brachiara sp. yang dicerna oleh  ternak (MURDIATI et al., 1984). 

·       Penyakit perut kembung (timpani atau bloat)
            Perut kembung atau timpani adalah suatu keadaan mengembangnya rumen akibat terisi oleh gas yang berlebihan. Hal ini terjadi ketika esofagus mengalami sumbatan sehingga menghambat pengeluaran gas. Ada kalanya juga terjadi perut kembung “berbuih” sebagai akibat fermentasi yang berjalan tidak normal. Produksi gas yang cepat (CO2 dan CH4) sebagai hasil akhir fermentasi akan memicu terjadinya kembung. Kondisi ini dikaitkan dengan tingginya konsentrasi protein terlarut yang terdapat di dalam rumen. Gas yang terbentuk akan  menetap di rumen dalam bentuk gelembung-gelembung kecil yang tidak merangsang terjadinya reflek bersendawa sehingga rumen mengembung  (TOMASZEWSKA et al., 1993).

·       Keracunan sianida
            Sianida adalah senyawa racun yang dapat mematikan ternak dan manusia. Beberapa sumber sianida telah dilaporkan antara lain racun ikan (KCN dan NaCN/potas), pestisida (HCN, Ca(CN)2), pupuk dan tanaman yang mengandung glukosida sianogenik. Ubi kayu dan sorgum yang ditanam pada akhir musim kering terbukti mempunyai kandungan kadar sianida yang tinggi dengan kadar air yang rendah. Pupuk dengan tingkat nitrogen yang tinggi dapat meningkatkan kandungan sianida di dalam daun. Jenis-jenis tanaman yang mengandung sianida dapat dilihat pada Tabel 1. Keracunan ternak karena sianida sering terjadi di lapang dan sangat merugikan peternak seperti yang terjadi di Lampung dan Bojonegoro (BAHRI  et al., 1985; BAHRI, 1987; TOMASZEWSKA et al., 1993).


·      Goiter (gondok)
            Goiter atau gondok adalah kelainan pada ternak pada kelenjar tiroidnya akibat kekurangan yodium. Ternak dewasa sangat jarang mengalami kelainan ini tetapi fetus dan ternak yang masih muda mudah sekali terkena. GINTING (1981) dan BAHRI (1983) melaporkan adanya kasus goiter yang menyebabkan kematian pada anak kambing dan domba di daerah Bogor, Ciawi dan Cilebut. Kasus menjadi tinggi pada daerah-daerah yang kekurangan yodium.
            Untuk mencegah terjadinya goiter khususnya pada daerah-daerah yang kekurangan yodium, dapat dilakukan dengan cara mencampurkan garam beryodium pada pakan ternak. Selain sebagai penambah nafsu makan, pemberian garam beryodium dapat mengatasi gangguan hormon tiroid yang sangat penting untuk metabolisme tubuh.

·       Diare pada anak kambing
            Diare adalah gejala abnormalitas sistem pencernaan dan sering terjadi pada anak kambing. Gejala ini tidak hanya menyebabkan kekurangan penyerapan sari-sari makanan, tetapi ternak juga akan mengalami kehilangan cairan dalan jumlah banyak. Diare yang terjadi pada anak kambing (minggu-minggu pertama kelahiran) dapat menyebabkan dehidrasi dan kematian (THOMPSON, 2004).

·       Kekurangan/defisiensi mineral
            Mineral sangat di butuhkan untuk pertumbuhan tulang, gigi dan jaringan termasuk berguna sebagai bahan sintesa enzim, hormon dan substansi lain  yang diperlukan untuk proses metabolisme.Kebutuhan mineral ruminansia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur makro (Ca, P, Na, Cl, K, Mg dan S) dan unsur mikro (Fe, I, Cu, Mo, Zn, Mu, Cr, F, Ni, Co dan Se) (Tomaszewska ET AL., 1993).


III.             PENUTUP

A.    Kesimpulan

            Berdasarkan uraian-uraian tersebut, sistem manajemen kesehatan ternak kambing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem
usaha agribisnis ternak kambing secara kesinambungan. Tahap pemilihan lokasi peternakan merupakan tahap awal yang  menentukan apakah lokasi tersebut aman dari kemungkinan munculnya wabah penyakit tertentu, sedangkan tahap persiapan dan pengadaan ternak merupakan tahap berikutnya yang menentukan bahwa ternak yang akan dipelihara dalam keadaan sehat.  Tahap adaptasi merupakan karantina untuk menjamin bahwa ternak kambing yang akan dipelihara lebih lanjut telah benar-benar aman dari penyakit yang kemungkinan terbawa dari daerah asal.
            Tahap pemeliharaan sendiri sangat menentukan  produktivitas ternak berkaitan dengan gangguan kesehatan. Oleh karena itu pencegahan dan pengendalian terhadap penyakit-penyakit ternak tertentu harus selalu mendapat perhatian terutama penyakit skabies dan cacingan untuk golongan penyakit parasiter dengan menerapkan kontrol penyakit secara berkesinambungan. 
            Penyakit viral yang penting untuk dicegah dan  ditanggulangi adalah penyakit orf (Dakangan), sedangkan penyakit bakterial yang penting untuk diperhatikan, yaitu anthrax,  pink eye, pneumonia dan  foot root. Penyakit lainnya yang juga perlu mendapat perhatian adalah penyakit diare pada anak kambing, penyakit kembung rumen, dan keracunan sianida dari tanaman. Untuk meningkatkan ketahanan tubuh ternak terhadap gangguan/serangan penyakit hendaknya ternak diberi pakan yang bergizi dengan jumlah yang cukup (tidak kekurangan pakan) serta perkandangan yang baik (kandang panggung akan  lebih baik) dan sanitasi yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
ACHDIYATI,  J.,  HARDJOUTOMO,  S.,  SUPAR  dan  M.  POELOENGAN. 1983.  Isolasi dan identifikasi bakteria  dari kasus pink eye pada ruminansia besar asal Jawa  Tengah. Penyakit Hewan. 15 (26):
HARDJOUTOMO, S. 1986. Pengendalian penyakit anthraks. Seri pengembangan No. 6. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian. Jakarta.  
THOMSON, K. 2004. Goat Health And Management. Boer Briefs: 1-2.
SOERIPTO.  POELOENGAN,  M.,  NOOR,  S.  M.,  CHOTIAH,  S dan USMIYATI.  2001.  Pneumonia pada kambing dan domba. Prossiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor, 17-18 September 2001: 520-523.