makalah penyakit pada kambing
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kambing dan domba merupakan ternak ruminansia
kecil yang banyak dipelihara petani- ternak di pedesaan dengan berbagai tujuan,
antara lain sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan
hidupnya. Populasi ternak kambing di Indonesia pada tahun 2003 sekitar 14 juta
ekor yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, terutama di pulau Jawa
(sekitar 50% dari total populasi). Ternak ini mempunyai nilai ekonomi bagi
peternak karena mudah dipelihara, tidak membutuhkan lahan yang luas, berbagai sumber
pakan tersedia di pedesaan, daya reproduksinya cukup tinggi, dan lama
pemeliharaan hingga dewasa relatif cepat. Kontribusinya dalam penyediaan daging
secara nasional walaupun masih relatif rendah (hanya 5%), tetapi memiliki
potensi dimasa mendatang untuk mendukung ketahanan pangan asal ternak. Selain
itu permintaan ekspor ke beberapa negara masih belum dapat dipenuhi.
Berbagai kendala yang dihadapi dalam
usahatani-ternak kambing antara lain masalah ketersediaan bibit yang baik
sangat sulit diperoleh.Kendala lainnya adalah timbulnya penyakit yang menyerang
ternak kambing terutama penyakit-penyakit parasiter yang menghambat pertambahan
bobot badan ternak (mengganggu produktivitas), walaupun angka kematiannya
relatif rendah. Penyakit infeksius yang disebabkan oleh virus dan bakteri seringkali menimbulkan kematian yang
cukup tinggi.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan
dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.
Mengetahui kesehatan
dalam pemeliharaan ternak kambing
2.
Mengetahui
penyakit-penyakit pada ternak kambing
II.
PEMBAHASAN
A.
Manajemen
Kesehatan Dalam Pemeliharaan Ternak Kambing
Kesehatan ternak menjadi sangat penting karena akan menyebabkan
kerugian akibat:
o
gangguan pertumbuhan
(pertambahan berat badan harian rendah)
o
dewasa kelamin atau
umur beranak pertama terlambat
o
daya reproduksi
terganggu,
o
efisiensi pakan rendah,
dan
o
kematian ternak.
Oleh
karena itu, dalam pemeliharaan ternak kambing perlu mengetahui sedini mungkin
gejala- gejala atau tanda-tanda penyakit secara umum, antara lain berupa:
o
kurang nafsu
makan/tidak mau makan,
o
tidak lincah/lebih
banyak diam,
o
lemah/lesu,
o
menyendiri,
o
menggaruk-garuk badan,
o
kotoran tidak normal
(warna, bau, konsistensi),
o
dan lain sebagainya.
Bila dijumpai ternak dengan tanda-tanda
seperti demikian, patut dicurigai bahwa ternak tersebut kurang sehat/sakit,
oleh karena itu untuk menghindari terjadinya penularan/penyebaran penyakit
lebih lanjut, ternak tersebut sebaiknya diisolasi pada tempat/kandang khusus yang terpisah dari ternak sehat
lainnya. Selama isolasi diberi
makanan dan minuman yang baik, serta diamati terhadap kemungkinan terserang
penyakit menular dengan melakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris secara
intensif. Segera ambil tindakan (pengobatan atau pengeluaran/ pemusnahan)
apabila telah diperoleh kepastian hasil diagnostik.
B. Penyakit-Penyakit
Penting Pada Kambing
Berdasarkan penyebabnya, penyakit kambing dapat dikelompokkan
menjadi: (1) penyakit- penyakit infeksius, dan (2) penyakit-penyakit non infeksius.
Penyakit-penyakit infeksius disebabkan oleh agen penyakit yang berasal dari:
bakterial, viral, dan parasiter,
sedangkan yang non infeksius umumnya disebabkan oleh: senyawa toksik/racun, gangguan metabolisme tubuh, defisiensi mineral, dan lain-lain. Makalah ini hanya membahas penyakit-penyakit
yang penting (sering terjadi) ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan teknis.
Ø Penyakit-penyakit
infeksius
Penyakit
infeksius utama yang sering menyerang kambing di Indonesia adalah: (1) kelompok
penyakit bakterial, yaitu anthrax, pink eye, pneumonia, dan foot root; (2) kelompok penyakit viral, yaitu
orf (contagious ecthyma); (3) kelompok penyakit parasiter, skabies, cacingan (nematodiasis),
toksoplasmosis, dan myasis.
· Penyakit anthrax
Penyakit anthrax atau radang limpa
merupakan penyakit bakterial penting yang menyerang hampir semua hewan termasuk
kambing. Penyakit ini bersifat zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari
hewan ke manusia atau sebaliknya. Kasus anthrax pertama kali dilaporkan oleh JAVASCHE COURANT pada tahun 1884 di Teluk Betung.
Setahun kemudian, VERSLAG menyebutkan adanya kasus lain di Buleleng (Bali),
Rawas (Palembang) dan Lampung. Menurut HARDJOUTOMO et al. (1990) bahwa Jakarta, Purwakarta,
Bogor, Pariangan, Banten dan Cirebon
merupakan daerah endemik penyakit ini.
Adapun Tegal, Pekalongan, Surakarta, Banyumas, Madiun, Bojonegoro dan Semarang
dilaporkan sebagai daerah sporadis. Sampai saat ini, sebanyak 11 propinsi di
Indonesia dilaporkan sebagai daerah tertular penyakit anthrax (NOOR et al., 2001).
· Pink eye
Pink
eye adalah penyakit mata akut yang menular dan ditandai dengan kemerahan pada
selaput mata (konjungtiva) dan kekeruhan pada kornea. Penyakit ini mempunyai
sinonim, yaitu infectious keratokonjungtivitis, contagious optalmia, blight dan radang mata menular. Meskipun pink eye jarang sekali menimbulkan kematian
tetapi dapat mengakibatkan kerugian berupa penurunan bobot badan yang nyata.
Hewan muda dilaporkan relatif lebih peka dibandingkan dengan hewan dewasa
(DIREKTORAT BINA KESEHATAN HEWAN, 1993). Penyakit ini dapat ditemukan hampir di
seluruh dunia.
Penyebab pink eye pada kambing dan domba adalah Rickettsia (Colesiota) conjuctivae,
Mycoplasma conjuctivae, Branhamella catarrhalis dan Chlamydia. Rickettsia
merupakancmikroorganisme berbentuk pendek, bersifat gram negatif dan hanya
tumbuh pada media hidup saja, misalnya telur ayam. SOERIPTO dan POERWADIKARTA (1990) berhasil mengisolasi
bakteri Mycoplasma mycoides subsp capri
dan M. capricolum dari kasus keratokonjungtivitis pada kambing asal
Cisarua-Bogor. Disamping itu juga, diperoleh isolat Moraxella ovis dan
Staphylococcus aureus dari kasus tersebut walaupun keduanya sangat jarang
sebagai agen penyebab pink eye pada kambing.
· Pneumonia
Pneumonia
adalah radang parenkhim paru-paruyang biasanya disertai dengan radang bronkeol
dan selaput paru-paru. Umumnya penyakit ini menyerang kambing dan domba terjadi
pada pergantian musim dari kemarau ke hujan (SOERIPTO et al., 2001). Agen
penyebab pnuemonia bermacam-macam seperti bakteri, virus, ricketsia dan juga
parasit (cacing paru-paru). SEORIPTO et al. (2001) berhasil mengisolasi
bakteri Mycoplasma sp, Pasteurella sp,
P. hemolitica, P. multocida dan beberapa isolat
Corynebacterium sp, Bacillus sp, Streptococcus
sp dan Staphylococcus epidermis dari
sampel parau-paru dirumah potong kambing di RPH Cianjur, Pulo Gadung dan Tanah
Abang Jakarta. Infeksi virus
Parainfluenza tipe 3 pada pneumonia kambing dan domba dilaporkan oleh SENDOW et al. (2002). Biasanya organisme penyebab
pneumonia terdapat disekitar lingkungan hidup kambing, yang pada saat ternak
stress terutama dengan kondisi kandang yang jelek lembab dan ventilasi kurang
baik, maka penyakit akan muncul dan dapat bersifat akut atau kronis.
· Penyakit orf (Contagious ecthyma)
Penyakit
orf merupakan penyakit viral utama yang menyerang ternak kambing dan dapat
menular ke manusia (bersifat zoonosis). Penyakit ini mempunyai sinonim yaitu,
Dakangan (Bali), Muncung (Sumatera Barat) dan Bintumen (Jawa Barat). Kejadian
orf pertama kali dilaporkan oleh Van Der
Laan tahun 1914 yang menyerang pada kambing di Medan. ADJID (1987) menjelaskan
bahwa penyakit orf telah menyebar ke Jawa, Sumatra Utara, Sumatra Barat,
Sulawesi Selatan, Bali, dan Papua. Data lain menyebutkan bahwa sebanyak 20
propinsi merupakan daerah tertular sampai tahun 1988 (ADJID, 1992).
Agen
penyebab penyakit orf adalah virus yang termasuk dalam kelompok parapoks dari
keluarga virus poks. Virus ini sangat tahan terhadap kondisi lingkungan, di
padang penggembalaan dan mampu bertahan hingga tahunan. ADJID (1993) melaporkan
bahwa virus penyebab orf tahan terhadap pemanasan 50oC selama 30 menit dan juga
tahan terhadap pembekuan dan pencairan tetapi tidak tahan terhadap
kloroform.
· Kudis menular (skabies)
Penyakit
kudis menular atau skabies adalah penyakit ektoparasit utama yang menyerang
bagian kulit ternak ruminansia, terutama kambing dan kelinci bahkan dapat
menular ke manusia (zoonosis). Penyakit ini mempunyai sinonim, yaitu budug atau
mange. Kejadian kudis pada ternak telah tersebar luas diseluruh Indonesia,
terutama pada keadaan kekurangan pakan, dimusim kemarau dan di lingkungan
kandang yang kotor. MANURUNG et al. (1986) mengutip data statistik yang
menyebutkan bahwa kasus kudis ternak di Indonesia tahun 1983 tercatat 315194
ekor dan yang terbanyak terjadi pada kambing sedangkan SOBARI (1991) melaporkan
adanya kematian kambing paket bantuan pemerintah sebanyak 360 ekor dari 396
ekor atau sekitar 91% karena skabies.
Penyebab
penyakit skabies pada kambing adalah tungau
Sarcoptes scabiei yang hidup di lorong-lorong lapisan tanduk kulit
dan Psoroptes ovis yang hidup di
permukaan kulit. MANURUNG et al. (1987) berhasil mengisolasi S. scabiei dan Chorioptes sp. pada kambing
yang menderita kudis secara alami. Meskipun angka pesakitannya relatif rendah,
tetapi apabila dalam satu kelompok kambing terdapat seekor yang menderita
skabies, maka dalam waktu cepat ternak lainnya akan tertular. Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi
yang besar karena dapat menyebabkan
kerusakan kulit, kekurusan dan kematian (MANURUNG,
1991).
· Nematodiasis (Cacingan)
Nematodiasis
adalah penyakit parasit internal atau penyakit cacingan saluran pencernaan pada
kambing dan domba yang disebabkan oleh
cacing gilig. Frekuensi kejadian pada domba/kambing dapat mencapai 80%, terutama
pada daerah dengan curah hujan tinggi. Pada musim hujan frekuensi dan
intensitas penyakit ini meningkat. Angka prevalensi di daerah Jawa Barat
dilaporkan bervariasi, yaitu 87,5-100% (SOEPENO et al., 1993). BERIAJAYA (1986)
berhasil mengisolasi bebrapa jenis cacing dari saluran pencernaan domba, yaitu
Haemonchus sp, Trichostrongylus sp, Strongyloides, Cooperia, Oesphagostomum, Bunustomum,
Trichuris, Capillaria dan telur
Moniezia meskpiun dalam jumlah yang
rendah. Cacing yang sering dan paling banyak ditemukan adalah Haemonchus sp dan
Trichostrongylus sp.
· Toksoplasmosis
Toxoplasma
gondii adalah protozoa intraseluler yang bersifat parasit obligat dan menyerang
hewan berdarah panas, burung bahkan manusia (zoonosis).Penyakit yang
ditimbulkannya disebut toksoplasmosis. Penelitian tentang toksoplasmosis di
Indonesia dimulai pada tahun 1972 oleh HARTONO dan berhasil mengisolasi T. gondii dari kambing dan domba di Rumah
Potong Hewan Surabaya dan Malang.
Dalam
siklus hidupnya, parasit ini terdapat di dalam darah (parasitemia) sehingga
dapat menyebar ke seluruh organ tubuh (ISKANDAR, 1998).
· Myasis (Belatungan)
Myasis
atau belatungan adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan tubuh hewan
hidup. Penyakit ini dapat menyerang semua hewan termasuk unggas dan manusia.
Kasus myasis sering ditemukan pada bagian sekitar mata, mulut, vagina, tanduk
yang dipotong, luka kastrasi dan pusar hewan yang baru lahir. WARDHANA et al.
(2003) melaporkan bahwa Makasar dan Sumba Timur sebagai daerah endemik penyakit
ini. Kejadian myasis juga dilaporkan di Kediri dan Yogyakarta.
· Foot Root (Kaki membusuk)
Penyakit
foot root atau kaki membusuk atau borok ceracak tergolong penyakit bakterial
dan disebabkan oleh Bacteroides
(Fusobacterium) nodosus. Kondisi kandang yang basah dan kotor juga sering
dikaitkan dengan kejadian penyakit ini. Kaki ternak yang luka karena jatuh pada
lantai kandang yang licin dan basah menjadi pintu masuk bakteri tersebut. Kaki
akan mengalami peradangan dan akhirnya membusuk (TOMASZEWSKA et al., 1993).
Ø Penyakit-Penyakit Non Infeksius
Penyakit-penyakit
non infeksius yang penting terutama fotosensitisasi, perut kembung (bloat atau
timpani), keracunan sianida, goiter, diare pada anak kambing, penyakit
kekurangan/defisiensi mineral.
· Fotosensitisasi
Fotosensitisasi
atau eksim kulit adalah penyakit kulit akibat memakan rumput Brachiara sp. yang ditumbuhi jamur Pithomyces
chartarum. Jamur ini dapat tumbuh subur pada rumput Brachiara sp. Rumput tersebut dilaporkan
mempunyai keistimewaan, yaitu mampu tumbuh dengan baik di daerah teduh dan
sepanjang aliran sungai sehingga sering
digunakan untuk persediaan pakan ternak dan pencegah erosi. Kasus
fotosensitisasi pada ternak setelah makan
Lantana sp. atau Brachiara sp.
telah dilaporkan dibeberapa tempat di Indonesia (RONOHARDJO, 1981).
Fotosensitisasi sering juga dikaitkan dengan adanya kerusakan hati dan
terdapatnya spora yang serupa dengan Pithomyces chartarum pada Brachiara sp. yang dicerna oleh ternak (MURDIATI et al., 1984).
· Penyakit perut kembung (timpani atau bloat)
Perut
kembung atau timpani adalah suatu keadaan mengembangnya rumen akibat terisi
oleh gas yang berlebihan. Hal ini terjadi ketika esofagus mengalami sumbatan
sehingga menghambat pengeluaran gas. Ada kalanya juga terjadi perut kembung
“berbuih” sebagai akibat fermentasi yang berjalan tidak normal. Produksi gas
yang cepat (CO2 dan CH4) sebagai hasil akhir fermentasi akan memicu terjadinya
kembung. Kondisi ini dikaitkan dengan tingginya konsentrasi protein terlarut
yang terdapat di dalam rumen. Gas yang terbentuk akan menetap di rumen dalam bentuk
gelembung-gelembung kecil yang tidak merangsang terjadinya reflek bersendawa
sehingga rumen mengembung (TOMASZEWSKA
et al., 1993).
· Keracunan sianida
Sianida
adalah senyawa racun yang dapat mematikan ternak dan manusia. Beberapa sumber
sianida telah dilaporkan antara lain racun ikan (KCN dan NaCN/potas), pestisida
(HCN, Ca(CN)2), pupuk dan tanaman yang mengandung glukosida sianogenik. Ubi
kayu dan sorgum yang ditanam pada akhir musim kering terbukti mempunyai
kandungan kadar sianida yang tinggi dengan kadar air yang rendah. Pupuk dengan
tingkat nitrogen yang tinggi dapat meningkatkan kandungan sianida di dalam
daun. Jenis-jenis tanaman yang mengandung sianida dapat dilihat pada Tabel 1.
Keracunan ternak karena sianida sering terjadi di lapang dan sangat merugikan
peternak seperti yang terjadi di Lampung dan Bojonegoro (BAHRI et al., 1985; BAHRI, 1987; TOMASZEWSKA et
al., 1993).
· Goiter (gondok)
Goiter
atau gondok adalah kelainan pada ternak pada kelenjar tiroidnya akibat
kekurangan yodium. Ternak dewasa sangat jarang mengalami kelainan ini tetapi
fetus dan ternak yang masih muda mudah sekali terkena. GINTING (1981) dan BAHRI
(1983) melaporkan adanya kasus goiter yang menyebabkan kematian pada anak
kambing dan domba di daerah Bogor, Ciawi dan Cilebut. Kasus menjadi tinggi pada
daerah-daerah yang kekurangan yodium.
Untuk
mencegah terjadinya goiter khususnya pada daerah-daerah yang kekurangan yodium,
dapat dilakukan dengan cara mencampurkan garam beryodium pada pakan ternak.
Selain sebagai penambah nafsu makan, pemberian garam beryodium dapat mengatasi
gangguan hormon tiroid yang sangat penting untuk metabolisme tubuh.
· Diare pada anak kambing
Diare
adalah gejala abnormalitas sistem pencernaan dan sering terjadi pada anak
kambing. Gejala ini tidak hanya menyebabkan kekurangan penyerapan sari-sari
makanan, tetapi ternak juga akan mengalami kehilangan cairan dalan jumlah
banyak. Diare yang terjadi pada anak kambing (minggu-minggu pertama kelahiran)
dapat menyebabkan dehidrasi dan kematian (THOMPSON, 2004).
· Kekurangan/defisiensi mineral
Mineral
sangat di butuhkan untuk pertumbuhan tulang, gigi dan jaringan termasuk berguna
sebagai bahan sintesa enzim, hormon dan substansi lain yang diperlukan untuk proses
metabolisme.Kebutuhan mineral ruminansia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
unsur makro (Ca, P, Na, Cl, K, Mg dan S) dan unsur mikro (Fe, I, Cu, Mo, Zn,
Mu, Cr, F, Ni, Co dan Se) (Tomaszewska ET AL., 1993).
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian-uraian tersebut, sistem manajemen kesehatan ternak kambing merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari sistem
usaha agribisnis ternak kambing secara kesinambungan.
Tahap pemilihan lokasi peternakan merupakan tahap awal yang menentukan apakah lokasi tersebut aman dari
kemungkinan munculnya wabah penyakit tertentu, sedangkan tahap persiapan dan
pengadaan ternak merupakan tahap berikutnya yang menentukan bahwa ternak yang akan
dipelihara dalam keadaan sehat. Tahap adaptasi
merupakan karantina untuk menjamin bahwa ternak kambing yang akan dipelihara
lebih lanjut telah benar-benar aman dari penyakit yang kemungkinan terbawa dari
daerah asal.
Tahap
pemeliharaan sendiri sangat menentukan produktivitas
ternak berkaitan dengan gangguan kesehatan. Oleh karena itu pencegahan dan pengendalian
terhadap penyakit-penyakit ternak tertentu harus selalu mendapat perhatian
terutama penyakit skabies dan cacingan untuk golongan penyakit parasiter dengan
menerapkan kontrol penyakit secara berkesinambungan.
Penyakit
viral yang penting untuk dicegah dan ditanggulangi
adalah penyakit orf (Dakangan), sedangkan penyakit bakterial yang penting untuk
diperhatikan, yaitu anthrax, pink eye,
pneumonia dan foot root. Penyakit
lainnya yang juga perlu mendapat perhatian adalah penyakit diare pada anak
kambing, penyakit kembung rumen, dan keracunan sianida dari tanaman. Untuk
meningkatkan ketahanan tubuh ternak terhadap gangguan/serangan penyakit
hendaknya ternak diberi pakan yang bergizi dengan jumlah yang cukup (tidak
kekurangan pakan) serta perkandangan yang baik (kandang panggung akan lebih baik) dan sanitasi yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
ACHDIYATI, J.,
HARDJOUTOMO, S., SUPAR
dan M. POELOENGAN. 1983. Isolasi dan identifikasi bakteria dari kasus pink eye pada ruminansia besar asal
Jawa Tengah. Penyakit Hewan. 15 (26):
HARDJOUTOMO, S.
1986. Pengendalian penyakit anthraks. Seri pengembangan No. 6. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian. Jakarta.
THOMSON, K.
2004. Goat Health And Management. Boer Briefs: 1-2.
SOERIPTO. POELOENGAN,
M., NOOR, S.
M., CHOTIAH, S dan USMIYATI. 2001.
Pneumonia pada kambing dan domba. Prossiding Seminar Nasional Peternakan
dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor, 17-18 September 2001: 520-523.
No comments:
Post a Comment