Saturday, 20 April 2019

jenis penyakit pada kambing

makalah penyakit pada kambing


I.  PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
          Kambing dan domba merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara petani- ternak di pedesaan dengan berbagai tujuan, antara lain sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan hidupnya. Populasi ternak kambing di Indonesia pada tahun 2003 sekitar 14 juta ekor yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, terutama di pulau Jawa (sekitar 50% dari total populasi). Ternak ini mempunyai nilai ekonomi bagi peternak karena mudah dipelihara, tidak membutuhkan lahan yang luas, berbagai sumber pakan tersedia di pedesaan, daya reproduksinya cukup tinggi, dan lama pemeliharaan hingga dewasa relatif cepat. Kontribusinya dalam penyediaan daging secara nasional walaupun masih relatif rendah (hanya 5%), tetapi memiliki potensi dimasa mendatang untuk mendukung ketahanan pangan asal ternak. Selain itu permintaan ekspor ke beberapa negara masih belum dapat dipenuhi.
          Berbagai kendala yang dihadapi dalam usahatani-ternak kambing antara lain masalah ketersediaan bibit yang baik sangat sulit diperoleh.Kendala lainnya adalah timbulnya penyakit yang menyerang ternak kambing terutama penyakit-penyakit parasiter yang menghambat pertambahan bobot badan ternak (mengganggu produktivitas), walaupun angka kematiannya relatif rendah. Penyakit infeksius yang disebabkan oleh virus dan  bakteri seringkali menimbulkan kematian yang cukup tinggi.
         
B.     Rumusan Masalah
            Rumusan dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Mengetahui kesehatan dalam pemeliharaan ternak kambing
2.      Mengetahui penyakit-penyakit pada ternak kambing


II.                PEMBAHASAN

A.    Manajemen Kesehatan Dalam Pemeliharaan Ternak Kambing

            Kesehatan ternak menjadi sangat penting karena akan menyebabkan kerugian akibat:
o    gangguan pertumbuhan (pertambahan berat badan harian rendah)
o    dewasa kelamin atau umur beranak pertama terlambat
o    daya reproduksi terganggu,
o    efisiensi pakan rendah, dan
o    kematian ternak.  
            Oleh karena itu, dalam pemeliharaan ternak kambing perlu mengetahui sedini mungkin gejala- gejala atau tanda-tanda penyakit secara umum, antara lain berupa:
o   kurang nafsu makan/tidak mau makan,
o   tidak lincah/lebih banyak diam,
o   lemah/lesu,
o   menyendiri,
o   menggaruk-garuk badan,
o   kotoran tidak normal (warna, bau, konsistensi),
o   dan lain sebagainya.
             Bila dijumpai ternak dengan tanda-tanda seperti demikian, patut dicurigai bahwa ternak tersebut kurang sehat/sakit, oleh karena itu untuk menghindari terjadinya penularan/penyebaran penyakit lebih lanjut, ternak tersebut sebaiknya diisolasi pada tempat/kandang  khusus yang terpisah dari ternak sehat lainnya. Selama isolasi diberi makanan dan minuman yang baik, serta diamati terhadap kemungkinan terserang penyakit menular dengan melakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris secara intensif. Segera ambil tindakan (pengobatan atau pengeluaran/ pemusnahan) apabila telah diperoleh kepastian hasil diagnostik.

B.     Penyakit-Penyakit Penting Pada Kambing

            Berdasarkan penyebabnya, penyakit kambing dapat dikelompokkan menjadi: (1) penyakit- penyakit infeksius, dan (2) penyakit-penyakit non infeksius. Penyakit-penyakit infeksius disebabkan oleh agen penyakit yang berasal dari: bakterial, viral, dan  parasiter, sedangkan yang non infeksius umumnya disebabkan oleh: senyawa toksik/racun,  gangguan metabolisme tubuh,  defisiensi mineral, dan lain-lain.  Makalah ini hanya membahas penyakit-penyakit yang penting (sering terjadi) ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan teknis.

Ø    Penyakit-penyakit infeksius

            Penyakit infeksius utama yang sering menyerang kambing di Indonesia adalah: (1) kelompok penyakit bakterial, yaitu anthrax, pink eye, pneumonia, dan  foot root; (2) kelompok penyakit viral, yaitu orf (contagious ecthyma); (3) kelompok penyakit parasiter, skabies, cacingan (nematodiasis), toksoplasmosis, dan myasis.
·      Penyakit anthrax
            Penyakit anthrax atau radang limpa merupakan penyakit bakterial penting yang menyerang hampir semua hewan termasuk kambing. Penyakit ini bersifat zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Kasus anthrax pertama kali dilaporkan oleh JAVASCHE  COURANT pada tahun 1884 di Teluk Betung. Setahun kemudian, VERSLAG menyebutkan adanya kasus lain di Buleleng (Bali), Rawas (Palembang) dan Lampung. Menurut  HARDJOUTOMO  et al. (1990) bahwa Jakarta, Purwakarta, Bogor, Pariangan, Banten dan Cirebon
merupakan daerah endemik penyakit ini. Adapun Tegal, Pekalongan, Surakarta, Banyumas, Madiun, Bojonegoro dan Semarang dilaporkan sebagai daerah sporadis. Sampai saat ini, sebanyak 11 propinsi di Indonesia dilaporkan sebagai daerah tertular penyakit anthrax (NOOR et al., 2001).
          

·      Pink eye
            Pink eye adalah penyakit mata akut yang menular dan ditandai dengan kemerahan pada selaput mata (konjungtiva) dan kekeruhan pada kornea. Penyakit ini mempunyai sinonim, yaitu infectious keratokonjungtivitis, contagious optalmia,  blight dan radang mata menular. Meskipun  pink eye jarang sekali menimbulkan kematian tetapi dapat mengakibatkan kerugian berupa penurunan bobot badan yang nyata. Hewan muda dilaporkan relatif lebih peka dibandingkan dengan hewan dewasa (DIREKTORAT BINA KESEHATAN HEWAN, 1993). Penyakit ini dapat ditemukan hampir di seluruh dunia.
            Penyebab  pink eye pada kambing dan domba adalah  Rickettsia (Colesiota) conjuctivae, Mycoplasma conjuctivae, Branhamella catarrhalis dan Chlamydia. Rickettsia merupakancmikroorganisme berbentuk pendek, bersifat gram negatif dan hanya tumbuh pada media hidup saja, misalnya telur ayam. SOERIPTO  dan POERWADIKARTA (1990) berhasil mengisolasi bakteri Mycoplasma mycoides subsp  capri dan M. capricolum dari kasus keratokonjungtivitis pada kambing asal Cisarua-Bogor. Disamping itu juga, diperoleh isolat Moraxella ovis dan Staphylococcus aureus dari kasus tersebut walaupun keduanya sangat jarang sebagai agen penyebab pink eye pada kambing.

·      Pneumonia 
            Pneumonia adalah radang parenkhim paru-paruyang biasanya disertai dengan radang bronkeol dan selaput paru-paru. Umumnya penyakit ini menyerang kambing dan domba terjadi pada pergantian musim dari kemarau ke hujan (SOERIPTO et al., 2001). Agen penyebab pnuemonia bermacam-macam seperti bakteri, virus, ricketsia dan juga parasit (cacing paru-paru). SEORIPTO et al. (2001) berhasil mengisolasi bakteri  Mycoplasma sp, Pasteurella sp, P. hemolitica, P. multocida dan beberapa isolat  Corynebacterium sp,  Bacillus sp, Streptococcus sp dan  Staphylococcus epidermis dari sampel parau-paru dirumah potong kambing di RPH Cianjur, Pulo Gadung dan Tanah Abang Jakarta. Infeksi virus  Parainfluenza tipe 3 pada pneumonia kambing dan domba dilaporkan oleh SENDOW  et al. (2002). Biasanya organisme penyebab pneumonia terdapat disekitar lingkungan hidup kambing, yang pada saat ternak stress terutama dengan kondisi kandang yang jelek lembab dan ventilasi kurang baik, maka penyakit akan muncul dan dapat bersifat akut atau kronis.  

·      Penyakit orf (Contagious ecthyma)
            Penyakit orf merupakan penyakit viral utama yang menyerang ternak kambing dan dapat menular ke manusia (bersifat zoonosis). Penyakit ini mempunyai sinonim yaitu, Dakangan (Bali), Muncung (Sumatera Barat) dan Bintumen (Jawa Barat). Kejadian orf pertama kali dilaporkan oleh  Van Der Laan tahun 1914 yang menyerang pada kambing di Medan. ADJID (1987) menjelaskan bahwa penyakit orf telah menyebar ke Jawa, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Bali, dan Papua. Data lain menyebutkan bahwa sebanyak 20 propinsi merupakan daerah tertular sampai tahun 1988 (ADJID, 1992).
            Agen penyebab penyakit orf adalah virus yang termasuk dalam kelompok parapoks dari keluarga virus poks. Virus ini sangat tahan terhadap kondisi lingkungan, di padang penggembalaan dan mampu bertahan hingga tahunan. ADJID (1993) melaporkan bahwa virus penyebab orf tahan terhadap pemanasan 50oC selama 30 menit dan juga tahan terhadap pembekuan dan pencairan tetapi tidak tahan terhadap kloroform. 

·       Kudis menular (skabies)
            Penyakit kudis menular atau skabies adalah penyakit ektoparasit utama yang menyerang bagian kulit ternak ruminansia, terutama kambing dan kelinci bahkan dapat menular ke manusia (zoonosis). Penyakit ini mempunyai sinonim, yaitu budug atau mange. Kejadian kudis pada ternak telah tersebar luas diseluruh Indonesia, terutama pada keadaan kekurangan pakan, dimusim kemarau dan di lingkungan kandang yang kotor. MANURUNG et al. (1986) mengutip data statistik yang menyebutkan bahwa kasus kudis ternak di Indonesia tahun 1983 tercatat 315194 ekor dan yang terbanyak terjadi pada kambing sedangkan SOBARI (1991) melaporkan adanya kematian kambing paket bantuan pemerintah sebanyak 360 ekor dari 396 ekor atau sekitar 91% karena skabies. 
            Penyebab penyakit skabies pada kambing adalah tungau  Sarcoptes scabiei yang hidup di lorong-lorong lapisan tanduk kulit dan  Psoroptes ovis yang hidup di permukaan kulit. MANURUNG et al. (1987) berhasil mengisolasi  S. scabiei dan Chorioptes sp. pada kambing yang menderita kudis secara alami. Meskipun angka pesakitannya relatif rendah, tetapi apabila dalam satu kelompok kambing terdapat seekor yang menderita skabies, maka dalam waktu cepat ternak lainnya akan tertular.  Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang besar karena dapat menyebabkan
kerusakan kulit, kekurusan dan kematian (MANURUNG, 1991). 

·       Nematodiasis (Cacingan)
            Nematodiasis adalah penyakit parasit internal atau penyakit cacingan saluran pencernaan pada kambing dan domba yang  disebabkan oleh cacing gilig. Frekuensi kejadian pada domba/kambing dapat mencapai 80%, terutama pada daerah dengan curah hujan tinggi. Pada musim hujan frekuensi dan intensitas penyakit ini meningkat. Angka prevalensi di daerah Jawa Barat dilaporkan bervariasi, yaitu 87,5-100% (SOEPENO et al., 1993). BERIAJAYA (1986) berhasil mengisolasi bebrapa jenis cacing dari saluran pencernaan domba, yaitu Haemonchus sp, Trichostrongylus sp, Strongyloides, Cooperia, Oesphagostomum, Bunustomum, Trichuris,  Capillaria dan telur Moniezia  meskpiun dalam jumlah yang rendah. Cacing yang sering dan paling banyak ditemukan adalah Haemonchus sp dan Trichostrongylus sp.
           
·      Toksoplasmosis
            Toxoplasma gondii adalah protozoa intraseluler yang bersifat parasit obligat dan menyerang hewan berdarah panas, burung bahkan manusia (zoonosis).Penyakit yang ditimbulkannya disebut toksoplasmosis. Penelitian tentang toksoplasmosis di Indonesia dimulai pada tahun 1972 oleh HARTONO dan berhasil mengisolasi  T. gondii dari kambing dan domba di Rumah Potong Hewan Surabaya dan Malang.
            Dalam siklus hidupnya, parasit ini terdapat di dalam darah (parasitemia) sehingga dapat menyebar ke seluruh organ tubuh (ISKANDAR, 1998).

·      Myasis (Belatungan)
            Myasis atau belatungan adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan tubuh hewan hidup. Penyakit ini dapat menyerang semua hewan termasuk unggas dan manusia. Kasus myasis sering ditemukan pada bagian sekitar mata, mulut, vagina, tanduk yang dipotong, luka kastrasi dan pusar hewan yang baru lahir. WARDHANA et al. (2003) melaporkan bahwa Makasar dan Sumba Timur sebagai daerah endemik penyakit ini. Kejadian myasis juga dilaporkan di Kediri dan Yogyakarta. 

·       Foot Root (Kaki membusuk)
            Penyakit foot root atau kaki membusuk atau borok ceracak tergolong penyakit bakterial dan disebabkan oleh  Bacteroides (Fusobacterium) nodosus. Kondisi kandang yang basah dan kotor juga sering dikaitkan dengan kejadian penyakit ini. Kaki ternak yang luka karena jatuh pada lantai kandang yang licin dan basah menjadi pintu masuk bakteri tersebut. Kaki akan mengalami peradangan dan akhirnya membusuk (TOMASZEWSKA  et al., 1993). 

Ø    Penyakit-Penyakit Non Infeksius
            Penyakit-penyakit non infeksius yang penting terutama fotosensitisasi, perut kembung (bloat atau timpani), keracunan sianida, goiter, diare pada anak kambing, penyakit kekurangan/defisiensi mineral.

·       Fotosensitisasi
            Fotosensitisasi atau eksim kulit adalah penyakit kulit akibat memakan rumput  Brachiara sp. yang ditumbuhi jamur Pithomyces chartarum. Jamur ini dapat tumbuh subur pada rumput  Brachiara sp. Rumput tersebut dilaporkan mempunyai keistimewaan, yaitu mampu tumbuh dengan baik di daerah teduh dan sepanjang aliran sungai sehingga  sering digunakan untuk persediaan pakan ternak dan pencegah erosi. Kasus fotosensitisasi pada ternak setelah makan  Lantana sp. atau  Brachiara sp. telah dilaporkan dibeberapa tempat di Indonesia (RONOHARDJO, 1981). Fotosensitisasi sering juga dikaitkan dengan adanya kerusakan hati dan terdapatnya spora yang serupa dengan Pithomyces chartarum pada  Brachiara sp. yang dicerna oleh  ternak (MURDIATI et al., 1984). 

·       Penyakit perut kembung (timpani atau bloat)
            Perut kembung atau timpani adalah suatu keadaan mengembangnya rumen akibat terisi oleh gas yang berlebihan. Hal ini terjadi ketika esofagus mengalami sumbatan sehingga menghambat pengeluaran gas. Ada kalanya juga terjadi perut kembung “berbuih” sebagai akibat fermentasi yang berjalan tidak normal. Produksi gas yang cepat (CO2 dan CH4) sebagai hasil akhir fermentasi akan memicu terjadinya kembung. Kondisi ini dikaitkan dengan tingginya konsentrasi protein terlarut yang terdapat di dalam rumen. Gas yang terbentuk akan  menetap di rumen dalam bentuk gelembung-gelembung kecil yang tidak merangsang terjadinya reflek bersendawa sehingga rumen mengembung  (TOMASZEWSKA et al., 1993).

·       Keracunan sianida
            Sianida adalah senyawa racun yang dapat mematikan ternak dan manusia. Beberapa sumber sianida telah dilaporkan antara lain racun ikan (KCN dan NaCN/potas), pestisida (HCN, Ca(CN)2), pupuk dan tanaman yang mengandung glukosida sianogenik. Ubi kayu dan sorgum yang ditanam pada akhir musim kering terbukti mempunyai kandungan kadar sianida yang tinggi dengan kadar air yang rendah. Pupuk dengan tingkat nitrogen yang tinggi dapat meningkatkan kandungan sianida di dalam daun. Jenis-jenis tanaman yang mengandung sianida dapat dilihat pada Tabel 1. Keracunan ternak karena sianida sering terjadi di lapang dan sangat merugikan peternak seperti yang terjadi di Lampung dan Bojonegoro (BAHRI  et al., 1985; BAHRI, 1987; TOMASZEWSKA et al., 1993).


·      Goiter (gondok)
            Goiter atau gondok adalah kelainan pada ternak pada kelenjar tiroidnya akibat kekurangan yodium. Ternak dewasa sangat jarang mengalami kelainan ini tetapi fetus dan ternak yang masih muda mudah sekali terkena. GINTING (1981) dan BAHRI (1983) melaporkan adanya kasus goiter yang menyebabkan kematian pada anak kambing dan domba di daerah Bogor, Ciawi dan Cilebut. Kasus menjadi tinggi pada daerah-daerah yang kekurangan yodium.
            Untuk mencegah terjadinya goiter khususnya pada daerah-daerah yang kekurangan yodium, dapat dilakukan dengan cara mencampurkan garam beryodium pada pakan ternak. Selain sebagai penambah nafsu makan, pemberian garam beryodium dapat mengatasi gangguan hormon tiroid yang sangat penting untuk metabolisme tubuh.

·       Diare pada anak kambing
            Diare adalah gejala abnormalitas sistem pencernaan dan sering terjadi pada anak kambing. Gejala ini tidak hanya menyebabkan kekurangan penyerapan sari-sari makanan, tetapi ternak juga akan mengalami kehilangan cairan dalan jumlah banyak. Diare yang terjadi pada anak kambing (minggu-minggu pertama kelahiran) dapat menyebabkan dehidrasi dan kematian (THOMPSON, 2004).

·       Kekurangan/defisiensi mineral
            Mineral sangat di butuhkan untuk pertumbuhan tulang, gigi dan jaringan termasuk berguna sebagai bahan sintesa enzim, hormon dan substansi lain  yang diperlukan untuk proses metabolisme.Kebutuhan mineral ruminansia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur makro (Ca, P, Na, Cl, K, Mg dan S) dan unsur mikro (Fe, I, Cu, Mo, Zn, Mu, Cr, F, Ni, Co dan Se) (Tomaszewska ET AL., 1993).


III.             PENUTUP

A.    Kesimpulan

            Berdasarkan uraian-uraian tersebut, sistem manajemen kesehatan ternak kambing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem
usaha agribisnis ternak kambing secara kesinambungan. Tahap pemilihan lokasi peternakan merupakan tahap awal yang  menentukan apakah lokasi tersebut aman dari kemungkinan munculnya wabah penyakit tertentu, sedangkan tahap persiapan dan pengadaan ternak merupakan tahap berikutnya yang menentukan bahwa ternak yang akan dipelihara dalam keadaan sehat.  Tahap adaptasi merupakan karantina untuk menjamin bahwa ternak kambing yang akan dipelihara lebih lanjut telah benar-benar aman dari penyakit yang kemungkinan terbawa dari daerah asal.
            Tahap pemeliharaan sendiri sangat menentukan  produktivitas ternak berkaitan dengan gangguan kesehatan. Oleh karena itu pencegahan dan pengendalian terhadap penyakit-penyakit ternak tertentu harus selalu mendapat perhatian terutama penyakit skabies dan cacingan untuk golongan penyakit parasiter dengan menerapkan kontrol penyakit secara berkesinambungan. 
            Penyakit viral yang penting untuk dicegah dan  ditanggulangi adalah penyakit orf (Dakangan), sedangkan penyakit bakterial yang penting untuk diperhatikan, yaitu anthrax,  pink eye, pneumonia dan  foot root. Penyakit lainnya yang juga perlu mendapat perhatian adalah penyakit diare pada anak kambing, penyakit kembung rumen, dan keracunan sianida dari tanaman. Untuk meningkatkan ketahanan tubuh ternak terhadap gangguan/serangan penyakit hendaknya ternak diberi pakan yang bergizi dengan jumlah yang cukup (tidak kekurangan pakan) serta perkandangan yang baik (kandang panggung akan  lebih baik) dan sanitasi yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
ACHDIYATI,  J.,  HARDJOUTOMO,  S.,  SUPAR  dan  M.  POELOENGAN. 1983.  Isolasi dan identifikasi bakteria  dari kasus pink eye pada ruminansia besar asal Jawa  Tengah. Penyakit Hewan. 15 (26):
HARDJOUTOMO, S. 1986. Pengendalian penyakit anthraks. Seri pengembangan No. 6. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian. Jakarta.  
THOMSON, K. 2004. Goat Health And Management. Boer Briefs: 1-2.
SOERIPTO.  POELOENGAN,  M.,  NOOR,  S.  M.,  CHOTIAH,  S dan USMIYATI.  2001.  Pneumonia pada kambing dan domba. Prossiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor, 17-18 September 2001: 520-523.

No comments:

Post a Comment